Sejarah Lomban
Lomban sudah ada kurang
lebih 1 abad yang lalu,
ketika pusat keramaian Lomban berada di teluk Jepara dan berakhir di
Pulau Kelor. Saat itu Tradisi
Lomban merupakan kegiatan yang paling meriah bagi masyarakat nelayan
di Jepara. Pada hari itu, Masyarakat akan ban
gun pagi hari untuk mempersipakan bebagai keperluan Lomban. Setelah itu
mereka menuju
perahu mereka masing-masing. Dengan di iringi Bunyi gamelan kebogiri Perahu-perahu tersebut berangkat menuju Pulau
Kelor, setibanya di pulau tersebut mereka pun akan menikmati makanan masing-masing
dan saling berbagi dengan yang lain. Setelah itu,
mereka akan berziarah ke makam Encik Lanang,
yaitu tokoh yang membantu dalam perang Bali yang kemudian atas jasanya oleh
Pemerintah Hindia Belanda dipinjamkan Pulau Kelor untuk ditinggalinya. Pada
awalnya Tradisi Lomban merupakan
pesta para
nelayan di wilayah Kab. Jepara, namun seiring berjalannya waktu perkembangan tradisi
ini telah menjadi
milik masyarakat Jepara pada umumnya. Tradisi Lomban
ini merupakan puncak acara dari
Pekan Syawalan.
Selain “bada
lomban”, dikenal pula “bada
kupat” karena pada umumnya masyarakat Jepara
merayakannya dengan memasak kupat (ketupat) dan lepet. Ketupat berasal dari kata “Ngaku Lepat” yang berarti mengakui kesalahan. Maksudnya, dengan adanya ketupat ini diharapkan
masyarakat mau menyadari kesalahannya masing-masing. sehingga mereka bisa saling memaafkan satu sama lain.
Selain
kupat, makanan khas Jepara pada saat lomban adalah lepet. Lepet hampir seperti ketupat yang membedakan lepet dengan ketupat adalah bahan pembuatnya yaitu terbuat dari ketan
disertai parutan kelapa dan diberi garam. sehingga lepet ini rasanya lebih gurih jika dimakan tanpa lauk. Lepet memiliki
arti
“luput” atau keliru (salah),
artinya agar mereka dijauhkan dari
kesalahan dan kekeliruan. pada tradisi
lomban sendiri rasanya kurang lengkap tanpa kehadiran kupat dan lepet ini.
Karena, makanan ini sudah seperti makanan yang wajib ada saat Syawalan (Lomban).
1 komentar:
josss gan....
Posting Komentar